PEMEROLEHAN
FONOLOGI ANAK USIA 3 TAHUN
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas akhir
semester matakuliah Psikolinguistik Lanjut
yang dibimbing oleh Dr.
Widodo Hs, M.Pd.
Oleh:
Marista Dwi Rahmayantis
110211538130
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
S2 PENDIDIDKAN BAHASA INDONESIA
DESEMBER 2011
1.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Masa kanak-kanak adalah masa di mana seseorang
belajar memahami dan mengucapkan kata-kata dengan baik. Seorang anak yang
normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasa ibunya pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, pada
tahap tersebut anak akan mengalamai proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa
adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh
bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa ibu atau disebut juga bahasa pertama
disimbolkan dengan ”B1”. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak-anak yang
sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh bahasa. Pada saat pemerolehan
bahasa anak-anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk
bahasanya. Pemerolehan bahasa pada anak dikatakan mempunyai ciri
berkesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Bahasa
merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah
menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu
muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia
pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Bahasa bukan merupakan satu
sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem yang terdiri dari
fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
Perkembangan
kebahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Banyak orang yang
mengaitkan hal ini dengan jumlah umur yang dimiliki oleh seseorang. Rujukan ke
jumlah tahun dan bulan memang lebih mudah digunakan untuk menentukan
perkembangan motoris anak.
Pada
usia tiga tahun, biasanya seorang anak itu mulai belajar berbahasa dengan baik.
Dalam pemerolehan bahasa khususnya pada anak usia tiga tahun dapat dilihat dari
berbagai segi salah satunya adalah fonologi. Pemerolehan fonologi pada anak
usia tiga tahun dapat dilihat pada saat ia berbicara.
B. RUMUSAN
MASALAH
a. Bagaimana
pemerolehan diftong anak usia 3 tahun?
b. Bagaimana
pemerolehan vokal dan konsonan pada anak usia 3 tahun?
c. Bagaimana
pemerolehan fonem pada anak usia 3 tahun?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir semester 1 mata
kuliah Psikolinguistik Lanjut. Selain itu, terdapat tujuan lain di antaranya
sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan
pemerolehan diftong anak usia 3 tahun.
b. Mendeskripsikan
pemerolehan vokal dan konsonan pada anak usia 3 tahun.
c. Mendeskripsikan
pemerolehan fonem pada anak usia 3 tahun.
D.
METODE
Metode
yang digunakan adalah menggunakan metode pengamatan. Dalam pengumpulan data hal
yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Mengamati
kegiatan sehari-hari
b. Mengajak
anak untuk berdialog memberi stimulus kepada anak agar berbicara.
c. Mencatat
bunyi-bunyi yang diucapkan anak.
E. SUBJEK
PENELITIAN
Nama : Aurelio Viandga Ziven
Purwanto
Umur : 3 tahun
Pendidikan : -
Alamat : Ds.
Besole, Besuki, Tulungagung
2.
LANDASAN
TEORI
Landasan
kajian yang digunakan untuk melakukan pengamatan adalah teori-teori yang
disampaikan oleh beberapa ahli. Menurut Klein (dalam Utari, 1992), bahwa
seorang anak yang normal akan memperoleh bahasa ibu atau B1 dalam waktu yang
relatif singkat, meskipun B1 yang didengar di sekelilingnya bukan B1 yang
gramatik dan tidak tanpa kesalahan dalam struktur dan kosakata. Sedangkan
menurut Chomsky (dalam Chaer, 2003) menyatakan bahwa setiap orang sejak lahir
dilengkapi oleh seperangkat peralatan yang memungkinkan memperoleh B1, alat
tersebut adalah LAD (Language Acquisition
Device) atau alat pemerolehan bahasa. Dengan LAD seorang anak tidak perlu
menghafal dan menirukan pola-pola kalimat agar mampu menguasai bahasa itu. Anak
akan mampu mengucapkan suatu kalimat yang belum pernah didengar sebelumnya
dengan menerapkan kaidah-kaidah tata bahasa yang secara tidak sadar
diketahuinya melalui LAD, dan yang dicamkan dalam hatinya.
Chaer
(2003) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa pada manusia merupakan satu bagian
dari perkembangan kognitif (intelek) secara umum. Pemerolehan bahasa itu
sendiri adalah proses yang berlangsung di dalam otak ketika ia pertama kali
memperoleh bahasa dari seorang ibu. Dalam memahami bahasa seorang anak
mengalami dua proses pemerolehan bahasa dasar, yaitu proses kompetensi dan
proses performansi. Pada proses kompetensi penguasaan bahasa terhadap anak
terjadi secara tidak disadari olehnya. Sedangkan proses performasi bagaimana anak
menghasilkan kata-kata sebagai bentuk proses komunikasi. Seperti mengucapkan
kata 'inyum (untuk kata minum) ketika anak merasa haus. Hal tersebut terjadi
karena lingkungan terbiasa mengucapkan kata 'minum' sehingga kognitifnya
meletakkan kata tersebut di otak anak.
Struktur
bahasa muncul sebagai akibat interaksi yang terus-menerus antara fungsi
kognitif si anak dengan lingkungan kebahasaannya, sehingga bagaimana lingkungan
itu berbahasa juga nantinya mempengaruhi anak untuk menirukan bahasa tersebut. Karena
bagi anak perbendaharaan kata berasal dari lingkungan yang pertamakali
dikenalnya, dalam hal ini bisa berarti orang tua.
Dardjowidjojo
(2005: 244) menyatakan bahwa tahap yang dilalui bayi semenjak lahir hingga usia
14 bulan sudah mampu menghasilkan bunyi-bunyi vocal 'aaa', 'eee' atau 'uuu'.
Perkembangan dalam menghasilkan bunyi-bunyi tersebut yang jita sebut sebagai
perkembangan artikulasi.
Anak
ketika berusia delapan bulan sudah mampu mengucapkan bunyi-bunyi labial [p] dan
[b], bunyi letup alveolar [t] dan [d], bunyi nasal dan bunyi [d]. dari huruf
yang dapat diucapkannya, yang paling umum terdengar adalah bunyi suku kata yang
merupakan rangkaian konsonan dan vokal seperti 'ba-ba-ba' atau 'ma-ma-ma'
Kemampuan
seorang bayi untuk mengucapkan kata pertama bergantung bagaimana ia mengaitkan
kata dengan benda yang menjadi rujukannya. Kata pertama yang muncul dapat
ditafsirkn sebagai sebuah kalimat yang bermakna. Bisajadi itu sebuah suruhan
atau perasaan yang sedang dialaminya. Yang pertamakali muncul adalah ujaran
yang sering diucapkan oleh orang dewasa yang sudah sering didengarnya. Seperti
kata kerja makan atau minum, menyebut anggota keluarga 'ayah, ibu, atau nenek',
bisa juga menyebut benda-benda yang dirasa itu adalah hk miliknya seperti
mainan, selimut ataupun botol susu. Kalimat satu kata atau ucapan holofrasis,
biasanya berupa kata-kata satu suku yang membentuk verb, nomina atau penyebutan
suatu tempat.
Pada
anak usia dua tahun dapat kita lihat fonem vokal yang dipakai
Pemerolehan fonologi oleh
kanak-kanak sebagai bagian dari pemerolehan bahasa ibu seutuhnya. Beberapa
teori menegenai pemerolehan fonologi sebagai berikut.
a.
Teori Prosordi-Akustik
Teori ini diperkenalkan oleh
Waterson (1976). Watreson berpendapat bahwa pemerolehan bahasa adalah satu
proses sosial sehingga kajiannya lebih tepat dilakukan di rumah dalam konteks
sosial yang sebenarnya daripada pengkajian data-data eksperimen, lebih-lebih
mengetahui pemerolehan fonologi (dalam Chaer, 2009: 211).
Proses pemerolehan fonologi
mula-mula kanak-kanak memperhatikan lingkunganmya, mengamati persamaan dan
perbedaan yang penting baginya dalam lingkungan itu. Kanak-kanak sangat peka
terhadap sifat-sifat suara manusia tertentu yang didengarnya berulang-ulang dalam
konteks yang sama seperti pola-pola tekanan, irama, ritme, dan fitur-fitur lain
yang berhubungan dengan keadaan yang berulang itu. Pada tahap permulaan
kanak-kanak hanya menerima dan mengamati bunyi-bunyi mempunyai arti baginya.
Lalu dri bunyi-bunyi yng mempunyai arti ini kanak-kanak membentuk pola bunyi
tertentu tnpa morfologi dan sintaksis. Jadi, menurut Waterson (1976)
pemerolehan bahasa oleh kanak-kanak dimulai dari pemerolehan semantik dan
fonologi, kemudian baru ada pemerolehan sintaksis.
Pemerolehan fonologi adalah
masalah sejauh mana kanak-kanak dihambat oleh pembatasan-pembatasan dalam
persepsi dan pengeluaran bunyi. Karena masalah ini menyangkut pengeluaran dan
persepsi, maka pengkajian pemerolehan fonologi haruslah pula dari sudut
artikulasi dan akustik. Namun, dari sudut akustik sangat sukar karena tidak
tahu apa sebenarnya yang diamati kanak-kanak sedangkan kita tidak bisa bertanya
kepadanya. Misalnya seorang kanak-kanak
mengucapkan <plate> yang berbunyi [pleit] menjadi [beip], apakah dia bisa
membedakan tempat artikulasi [p] dan [b], kita tidak tahu. Apakah dia
mengucapkan [pleit] menjadi [beip]. Karena lebih mudah mengucapkannya atau
karena dia tidak tahu perbedannya. Untuk memecahkan masalah ini, merujuk pada
pengucapan orang dewasa: orang dewasa lebih banyak banyak “membuat kesalahan”
dalam tempat artikulasi daripada cara artkulasi. Kanak-kanak tidak menaruh
perhatian pada tempat artikulasi untuk setiap pengucapan karena mereka tidak
mampu menghadapi segala-galanya pada waktu yang sama pada setiap
peringkat.
b.
Teori Kontras dan Proses
Teori ini diperkenalkan oleh
Ingram (dalam Chaer, 2003), yakni suatu teori yang menggabungkan bagian-bagian
penting dari teori Jakobson dengan bagian-bagian penting dari teori Stampe,
kemudian meyelaraskan hasil penggabungan dengan teori perkembangan dan Piaget.
Menurut Ingram kanak-kanak meperoleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara
menciptakan srutkturnya sendiri, dan kemudian mengubah struktur ini jika
pengetahuannya mengenai sistem orang dewasa semakin baik. perkembangannya
fonologi ini melalui asimilasi and akomodasi yang terus-menerus (menurut teori
Piaget): mengubah struktur untuk menyelarskannya dengan kenyataan.
Karena fonologi membicarakan
kontras-kontras dan berusaha memberikan satu pengucapan pada tiap morfem, maka
kanak-kanak haruslah berusaha memperoleh kontras-kontras dalam pengucapan itu.
Uraian kontras-kontras yang dibuat kanak-kanak untuk memperoleh kontras-kontras
fonologi orang dewasa ini yang harus diberikan peringkat organisasi ucapan
kanak-kanak. Tahap-tahap pemerolehan fonologi yang dubuat Ingram sejalan dengan
tahap-tahap perkembangan kognitif dari Piaget (1962). Pada tahap persepsi
terdapat dua subtahap yaitu tahap vokalisasi praucapan dan tahap fonologi
primitif.
c.
Pemerolehan Konsonan
Dardjowidjojo
(2000: 102) menyatakan bahwa konsonan yang telah dikuasai pada
anak usia tiga tahun adalah [p], [b], [t], [d], [h], [m], [n], [l], [w], [y],
[k], [s], [ᵑ], meskipun ketiga yang terakhir hanya pada posisi akhir sukukata.
Pada umur 2;2:0 bunyi velar hambat ringan sudah dikuasai dengan lebih baik,
tetapi padanan beratnya [g], masih sering diucapan sebagai [d], meskipun
sesekali sudah muncul pula sebagai [g]. Sampai dengan umur ini bunyi frikatif
[s] pada awal kata masih sering diucapkan sebagai [t] atau [ts] meskipun di
akhir kata sudah lebih konsisten sebagai [s]. Bunyi [z] tidak banyak kita dapati
dalam bahasa kita dan masih diucapkan sebagai [d]. Bunyi frikatif [f], juga
jarang, sering diucapkan sebagai [p], meskipun kadang-kadang muncul pula
sebagai [f].
3. PAPARAN
DATA
Data
dalam makalah ini diambil dari seorang anak yang berusia tiga tahun. Di sini
dipaparkan sebuah data yang terdiri dari pemerolehan fonologi.
Nama : Aurelio Viandga Ziven Purwanto
Jenis kelamin : Laki-laki
No
|
Aspek
|
Data
|
1
|
Konsonan [p] dan [m]
|
1. [papa]
2. [mama]
|
2
|
Munculnya [?] di akhir kata à bunyi hambat glotal
|
1.
[bubu?] à “tidur”
2.
[mimi?] à “minum”
3.
[bu? ma] à “ibuk oma” (sebutan untuk nenek)
4.
[bapa? kakoŋ] à “bapak kakung” (sebutan untuk kakek)
5.
[cica?] à “cicak”
6.
[lia?] à “lihat”
|
3
|
Vokal ganda (diftong) à gugus vokal
|
1.
[uw
ε l] à “aurel” (menyebut namanya sendiri)
2.
[ma әm] à “maem” (makan)
3.
[nais] à “nangis”
4.
[cacuwa] à “aqua” (air mineral)
5.
[duwa] à “dua”
6.
[mi
ô] à “mio” (merk motor)
7. [bau] à “bau”
|
4
|
Bunyi [ŋ] à bunyi nasal velar
|
1.
[ kakoŋ] à “kakung” (sebutan kakek)
2.
[caceŋ] à “cacing”
3.
[kacaŋ] à “ kacang “
4.
[buluŋ]à “burung”
5.
[layaŋ-layaŋ]à “layang-layang”
6.
[dindiŋ] à “dinding”
|
5
|
Kata diawali vokal
|
1. [ikan]à “ikan”
2. [ayam] à “ayam”
3. [enak] à “enak”
4. [uang] à “uang”
5. [opak] à “opak” (krupuk)
|
6
|
[k] pada akhir kata à bunyi hambat velar
|
1. [enak] à “enak”
2. [duduk] à “duduk”
3. [cantik] à “cantik”
4.
[namuk] à “nyamuk”
5.
[naek] à “naik”
|
7
|
Bunyi frikatif [f], [s], [z], [h]
|
1. [pl εni] à “Freni” (nama mama Aurel)
2. [pilm] à “film”
3. [halo] à “halo”
4.
[lepas] à “lepas”
5.
[habis] à “habis”
6.
[udah] à “sudah”
7.
[lista] à “rista” (nama tante Aurel)
8.
[ipen] à “Ziven” (nama tengah Aurelio)
|
8
|
Bunyi lebih dari 1 kata
|
1.
[gigi uw
ε l] à “gigi Aurel”
2.
[ayo bubu?] à “ayo bubuk”
3.
[bu? ma] à “ibuk oma” (sebutan untuk nenek)
4.
[apa? kakoŋ] à “bapak kakung” (sebutan untuk kakek)
5.
[motoŋ mi
ô ] à “motor mio”
6.
[mimi? cacuwa] à “minum aqua”
7.
[mimi? cucu] à “minum susu”
8.
[uw
ε l nais] à “Aurel nangis”
9.
[uw
ε l atuh] à “Aurel jatuh”
10.
[baktona pa? tito] à “baksonya pak Jito”
11.
[liat tipi] à “lihat televisi”
12.
[tutup pintu] à “tutup pintu”
13.
[naek motoŋ] à “naik motor”
14.
[tante Lista] à “tante rista”
15.
[cica? Di dindiŋ] à “cicak di dinding”
|
9
|
Gugus konsonan
|
1.
[mbak] à “mbak”(sebutan untuk kakak perempuan)
2. [ndak] à “tidak”
|
4.
PEMBAHASAN.
A.
Pemerolehan
Diftong
Bunyi vokal ganda hampir dikuasai oleh Aurel. Sebenarnya untuk
anak usia tiga tahun sesuai teori masih sulit menguasai gugus vokal. Dalam pengucapan bunyi-bunyi yang ada gugus
vokalnya sudah terjadi penekanan yang mengakibatkan bunyi dapat terdengar cukup
jelas dengan menggunakan vokal ganda di dalamnya. Contohnya dalam menyebutkan
namanya sendiri yang depannya termasuk gugus vokal [a] dan [u] yang digabungkan, bunyi yang
dikeluarkan ada dua jenis kadang [uw ε l] atau [auw ε l]. Pada pengucapan gugus vokal yang ada di depan biasanya Aurel
mengucapkan semuanya dengan jelas tetapi juga hanya diambil vokal yang terakhir
seperti [uw ε l]. Pada
bunyi gugus vokal yang berada di akhir kata diucapkan sangat jelas, tetapi jika
ada vokal ganda [u] bertemu [a] bunyi berubah setelah [u] menjadi [wa] misalnya
saja pada [cacuwa] à “aqua” (air mineral) dan [duwa]
à “dua”. Sedangkan pada [mi ô] à “mio” (merk motor) dan [bau]
à “bau” vokal ganda berbunyi sangat jelas.
B.
Pemerolehan
Vokal dan Konsonan
Kemampuan
fonologi Aurel pada usia yang menginjak 3 tahun ini, bunyi vokal [a] dengan
konsonan [m] dan [p] yang jelas diucapkan. Suku kata yang keluar sebagian besar
berbunyi [ma] yang diulang berkali-kali [ma ma ma ma]. Bentuk [ma] yang diulang
ataupun yang tidak diulang,sering sekali dipakai untuk menyatakan apa saja
seperti anak kecil yang masih belajar mengeja. Bunyi yang banyak mengandung
[ma] dan [pa] banyak dipakai untuk memanggil kedua orang tuanya, [mama] dan
[papa].
Pada
Aurelio di akhir kata [?] sudah mulai mucul. Walaupun pengucapan yang dikeluarkan
tidak lengkap jika lebih dari satu kata. Pada akhir kata [?] yang paling banyak
diucapkan Aurelio adalah [bubu?] à “tidur”, [mimi?] à “minum”, [bu? ma] à “ibuk oma” (sebutan untuk nenek), [apa? kakoŋ] à “bapak kakung” (sebutan untuk kakek), [cica?] à “cicak”, [lia?] à “lihat”.
Bunyi nasal velar [ŋ] sudah muncul tetapi terbatas pada akhir suku
kata. Walaupun dalam pengucapannya hanya terjadi di akhir suku kata tetapi
bunyi yang dihasilkan cukup jelas misalnya saja pada kata [ kakoŋ] à “kakung” (sebutan kakek), [caceŋ]
à “cacing”, [kacaŋ] à “ kacang “, [buluŋ]à “burung”, [ayaŋ-ayaŋ]à “layang-layang”, [dindiŋ] à “dinding”.
Dalam pengucapan bunyi yang diawali dengan vokal dapat diucapkan
dengan jelas vokal, misalnya pada [ikan]à “ikan”, [ayam] à “ayam”, dan [enak] à “enak”. Pada pengucapan bunyi vokal [a], [i], [u], [e], [o] usia
tiga tahun cenderung sudah jelas, dimana pun penempatannya, di depan atau di
tengah-tengah.
Pada bunyi hambat velar biasanya terlihat diucapkan sangat jelas
bila ada pada akhir suku kata. Misalnya saja pada [enak] à “enak”, [duduk] à “duduk”, [cantik] à “cantik”, [namuk] à “nyamuk”, dan [naek] à “naik”.
Pada usia tiga tahun aurel telah dapat memunculkan bunyi frikatif
[s]. Pada anak yang berusia dua tahun bunyi frikatif ini biasanya baru
kedengaran bilaa berada pada akhir kata misalnya, [epas] à “lepas”, [abis] à “abis”, [udah] à “sudah”. Tetapi yang menarik di usianya yang masih berusia dua
tahun aurel mampu mengucapkan bunyi frikatif di tengah dan dalam pengucapannya
Aurel berusaha menjelas-jelaskan bunyi [s] ini misalanya pada bunyi [lista]
à “rista” (nama tante Aurel).
Hal yang menarik lagi pada usianya yang masih tiga tahun, Aurel
telah menguasai banyak bunyi yang lebih dari satu kata. Walaupun pengucapannya
kurang jelas, misalnya pada [bu? ma]
à “ibuk oma” (sebutan untuk nenek), [apa? kakoŋ] à “bapak kakung” (sebutan untuk kakek), [motoŋ mi
ô ] à “motor mio”, [mimi? cacuwa]
à “minum aqua”, [mimi? cucu] à “minum susu”, [uw ε l nais] à “Aurel nangis”, [uw ε l jatuh] à “Aurel jatuh”, [baktona
pa? tito] à “baksonya pak Jito”, [lia? tipi]
à “lihat televisi”, dan [naek
motoŋ] à “naik motor”. Kadang anak secekil Aurel dia sering bernyanyi
misalnya [cica? Di dindiŋ] à “cicak di dinding”. Pada bunyi yang terdiri dari lebih satu kata
ini muncul bunyi frikatif [s] yang ada pada kata terakhir dan pengucapannya
dapat di dengar cukup jelas, misalnya pada bunyi [tante Lista] à “tante rista”. Fonem tril pada Aurelio belum dikuasai [r] biasanya
diganti [l] seperti pada [tante Lista]
à “tante Rista” hal ini sejalan dengan teori Jacobson yang
menyatakan bahwa likuid muncul belakangan.
Dalam kaitannya dengan pemerolehan fonologi, secara umum Aurel
memang mengikuti urutan pemerolehan yang sifatnya universal. Vokal yang
dikuasai lebih dahulu adalah vokal yang kontrastif, [a]. Setelah itu
vokal-vokal lain menyusul. Demikian pula dengan hal konsonan, konsonan hambat
dikuasai sebelum frikatif dengan jelas, dan frikatif dikuasai sebelum
afrikatif. Bunyi nasal dimulai dari bunyi bilabial [m]. Bunyi lateral [l] telah
dikuasai sedangkan bunyi getar [r] belum, hal ini biasanya mengakibatkan bunyi
lateral [l] menggantikan bunyi getar [r].
Pada umumnya gugus konsonan belum muncul sampai usia 4 tahun.
Tetapi Aurel mampu membuat gugus konsonan [mb] dan [nd], meskipun masih
terbatas pada satu suku kata yakni [mbak] dan [ndak].
C.
Pemerolehan
Fonem
Dari data yang
diperoleh semua fonem vokal telah dikuasai Aurelio secara sempurna. Mengenai
konsonan ada fonem yang telah dikuasai dengan baik, ada yang masih berfluktuasi
dengan bunyi lain, dan bahkan ada bunyi getar [r] yang sama sekali belum dapat
ia ucapkan.
Fonem konsonan dari Aurelio
dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini. Fonem-fonem yang telah mantap
diucapkan dicetak biasa, yang masih berfluktuasi dicetak miring, dan yang belum
dapat diucapkan berada dalam kurung.
Titik/cara artikulasi
|
Bilabial
|
Labio-dental
|
Alveolar
|
Alveo-palatal
|
Velar
|
Glotal
|
Hambat
|
p
b
|
t
d
|
|
|
k
g
|
?
|
Frikatif
|
v
|
f
|
z
s
|
|
(x)
|
h
|
Afrikatif
|
|
|
|
c
j
|
|
|
Nasal
|
m
|
|
n
|
ñ
|
ŋ
|
|
Getar
|
|
|
(r)
|
|
|
|
Lateral
|
|
|
l
|
|
|
|
Semivokal
|
w
|
|
|
y
|
|
|
5. PENUTUP
Kemampuan berbicara dan berbahasa pada anak usia tiga tahun terletak pada tahap
satu kata, dua kata dan terus berkembang. Dalam
mengucapkan kata-kata pelafalannya belum jelas dan maksudnya sulit untuk
dipahami. Kemampuan mengucapkan kata-kata tersebut dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar, orang tua, tayangan televisi yang sering ditonton, dan lagu-lagu yang
sering diperdengarkan pada anak.
Dalam pengucapan kata-kata, ada beberapa huruf yang belum dapat
diucapkan oleh anak. Hal tersebut disebabkan oleh penguasaan anak terhadap
konsep dan nosi-nosi masih rendah. Kesesuaian kata dengan nosi-nosi tersebut
masih kurang sehingga menimbulkan makna yang berlainan antara tuturan anak
tersebut dengan pendengarnya. Selain itu banyak sekali maksim-maksim yang
dilanggar karena kemampuan anak dalam mengucapkan kata kurang sempurna.
Pada anak yang berusia tiga tahun ada yang telah menguasai bunyi-bunyi
yang mengandung gugus vokal dan gugus konsonan, seperti yang terjadi pada
subjek penelitian yaitu Aurelio. Bunyi yang paling banyak dikuasai Aurelio ada
9 aspek yaitu Konsonan [p] dan [m], munculnya
[?] di akhir kata à bunyi hambat glotal, vokal ganda à gugus vokal, bunyi [ŋ] à bunyi nasal velar, kata diawali vokal, [k] pada akhir kata à bunyi hambat velar,
bunyi frikatif, bunyi lebih dari 1 kata, dan gugus konsonan.
6. DAFTAR
RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik
kajian teoritik. Jakarta : Rineka Cipta
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Dardjowidjojo, Soenjono;
Atmajaya. 2000.
Echa (Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia). Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia
Nababan & Subyakto, Utari. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.