Marista Dwi
Rahmayantis
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
September 2011
I.
FONETIK
1.1
Ilmu
Bunyi dan Fungsinya
Pengguna dan
peneliti bahasa perlu mengetahui ilmu
bunyi dan pemakaiannya, karena bahasa pertama-tama bersifat bunyi. Pengetahuan tentang
ilmu bunyi disebut fonetik. Fonetik pada dasarnya adalah studi tentang
bunyi-bunyi ujar (Samsuri, 1990:91). Seseorang yang sudah memahami ilmu bunyi
akan mempunyai pengetahuan dan kemahiran dalam menganalisis maupun menghasilkan
tiap bunyi bahasa, karena ia memahami tentang struktur dan fungsi peralatan
ujar.
1.2
Pembentukan
bunyi-bunyi ujar
Di
dalam tubuh manusia, udara dihasilkan oleh paru-paru yang diatur oleh
gerakan-gerakan teratur dari sekat rongga dada. Pertama-tama,
udara dari paru-paru mengalir ke atas melalui ruang-ruang laring dan faring.
Ruang-ruang yang dilalui arus udara tersebut dapat diubah-ubah bentuknya sebelum
menuju ke depan dan keluar melalui mulut atau hidung atau bahkan keduanya.
Dengan “permainan” udara ini, bila udara bisa mengalir dari paru-paru sampai ke
lubang hidung atau bibir, maka akan kita hasilkan hampir semua bunyi ujar
manusia.
Berikut
ini adalah penggolongan artikulasi berdasarkan ada atau tidaknya udara yang
keluar dari paru-paru.
1.2.1 Vokoid
Vokoid
adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan jika secara relatif tidak ada hambatan atau
tintangan antara paru-paru dan udara keluar. Penggolongan Vokoid dapat didasarkan pada tiga hal, yaitu:
1.2.1.1 Penggolongan Berdasarkan Gerakan Lidah atau Artikulator
a.
Vokoid
Depan adalah vokoid yang dihasilkan dengan mengangkat bagian depan lidah dalam
berbagai tingkatan mendekati langit-langit keras.
b.
Vokoid Pusat adalah dihasilkan oleh bagian
tengah lidah dengan mendekati bagian mendekati bagian tengah langit-langit
mulut (antara langit-langit keras dan velum).
c.
Vokoid
Belakang adalah vokoid yang dihasilkan mendekati langit-langit lunak
1.2.1.2 Vokoid Berdasarkan Posisi Lidah (Tinggi Rendahnya Lidah)
Vokoid
ini dibagi menjadi vokoid atas-bawah, tengah-atas, tengah, tengah-bawah, bawah-atas,
bawah.
1.2.1.3 Vokoid Berdasarkan Pembulatan Bibir
Vokoid
ini dibagi menjadi bulat dan tambulat
Bila
ketiga penggolongan itu digabungkan kita dapat memperoleh 42 macam vokoid.
DEPAN
|
PUSAT
|
BELAKANG
|
|||
TBL/T
|
BL/T
|
TBL/T
|
BL/T
|
TBL/T
|
BL/T
|
i
|
ü-y
|
|
|
|
|
I
|
Ü
|
|
|
|
|
e
|
ö-ø
|
|
|
|
|
E
|
ῼ
|
|
|
|
|
ɛ
|
|
|
|
|
|
æ
|
|
|
|
|
|
a
|
|
|
|
|
|
ATAS
ATAS-BAWAH
TENGAH-ATAS
TENGAH
TENGAH-BAWAH
BAWAH-ATAS
BAWAH
1.2.2
Kontoid
Kontoid
adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan jika terdapat hambatan atau rintangan antara
paru-paru dan udara luar.
Penggolongan kontoid adalah sebagai berikut,
1.2.2.1
Penggolongan Kontoid Berdasarkan Udara yang Keluar dari
Paru-Paru
Kontoid dibagi
lagi dalam penggolongan sebagai berikut.
a)
Hambat, jika terdapat hambatan
menyeluruh pada salah satu tempat antara paru-paru dan udara luar sehingga
jalan arus udara tertutup. Bunyi ini dihasilkan pada pengucapan [p], [t], [k], [b],
[d], dan [g].
b)
Nasal, jika jalan arus udara di mulut
dimungkinkan seperti (a), tetapi dengan membuka jalan ke rongga hidung. Bunyi
ini dihasilkan pada pengucapan [m] dan [n].
c)
Spiran, jika jalan arus udara mungkin
dihalangi pada salah satu tempat sehingga hanya merupakan sebuah lubang kecil
yang berbentuk sebagai lembah panjang atau hanya sebagai celah yang dilalui
oleh udara. Bunyi-bunyi yang dihasilkan pada pengucapan [f], dan [s].
d)
Lateral, jika garis tengah jalan di
mulut mungkin terhambat, tetapi sebuah lubang mungkin tinggal sepanjang sebelah
atau kedua belah sisi yang dilalui arus udara. Bunyi ini dihasilkan pada
pengucapan [l].
e)
Getar, jika arus udara menyebabkan
sebuah alat yang elastis bergetar dengan cepat. Bunyi ini dihasilkan pada
pengucapan [r].
1.2.2.1
Penggolongan Kontoid
Dilihat dari Cara Pengucapannya
Dilihat dari cara
pengucapannya, kontoid dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu yang mendapat
hambatan menyeluruh dan terbuka. Kontoid yang terbuka dibedakan menjadi geser,
nasal, lateral, dan getar. Dilihat dari titik-titik pengucapan, kontoid
dibedakan menjadi bibir (labial), gigi (dental), langit-langit (patal), dan
langit-langit lunak (velar),
dan selaput suara (glotal).
Dengan mengombinasikan
kedua dasar pembagian itu, maka terdapat penggolongan dasar seperti denah
kontoid di bawah ini.
|
Labial
|
Dental
|
Palatal
|
Velar
|
Glotal
|
Hambat
|
p
b
|
t
d
|
c
j
|
k
g
|
|
Geser
|
f
v
|
s
z
|
s
z
|
x
y
|
h
l
|
Nasal
|
m
|
n
|
ñ
|
Ŋ
|
|
Lateral
|
|
l
|
|
l
|
|
Getar
|
|
r
|
|
r
|
|
1.3 Alat-alat ucap
Secara sederhana, alat
ucap dibagi menjadi dua, yaitu (1) artikulator
dan (2) titik-titik artikulasi. Artikulator
adalah alat-alat yang dapat digerakkan dengan bebas sehingga dapat menempati berbagai
macam posisi. Titik-titik artikulasi yaitu titik atau daerah tertentu yang
terletak di atas artikulator-artikulator, yang dapat disentuh atau didekati.
Ujung lidah merupakan
artikulator, yang dapat digerakkan ke atas, ke bawah, ke depan atau ke belakang,
sedangkan gigi depan atas merupakan titik artikulasi karena ujung lidah dapat
menyentuh atau mendekatinya. Berikut ini akan diulas tiap-tiap artikulator dan
gerakan-gerakan serta posisi titik-titik artikulasi.
1.3.1
Bibir
bawah
Bunyi-bunyi yang
dibentuk oleh bibir bawah disebut “Labial”. Jika bibir bawah menyentuh bibir
atas, bunyi-bunyi itu disebut “Bilabial”, sedangkan bila bibir bawah menyentuh
gigi atas, bunyi-bunyi itu disebut “Labiodental”. Jika digabungkan dengan
konsep pembentukan bunyi-bunyi ujar, dapat dicontohkan bahwa [p] dan [b] adalah
“Hambat Bilabial”, [f] dan [v] adalah “Spiran Labiodental”, sedangkan [u]
adalah vokoid dengan modifikasi “Labial”.
1.3.2
Lidah
Ujung lidah atau
Apex,adalah salah satu artikulator yang lebih lentur. Ujung lidah dapat
ditegakkan pada tepi bibi atas untuk membentuk hambatan yang menyeluruh pada
pengucapan [d], atau pada sisi gigi atas seperti pengucapan [t]. Bunyi-bunyi
yang dihasilkan oleh ujung lidah disebut apikal.
1.3.3
Bagian
depan lidah
Bagian yang lebar
daripada lidah dibagi menjadi dua. Bagian yang terletak di belakang ujung lidah
disebut bagian depan.Bagian ini biasanya menghasilkan bunyi pada langit-langit
keras, seperti pada pengucapan [ny] pada nyanyi
atau nyinyir. Konsonan-konsonan yang
dihasilkan dengan bagian lidah depan disebut frontal, atau biasa disebut
palatal. Salah satu fungsi penting dari bagian depan lidah adalah untuk
mengubah bentuk rongga mulut di dalam pembentukan vokoid. Jika kita mengucap
kata apa, ini, itu, kita akan
mendapatkan bahwa bagian depan lidah terangkat berturut-turut lebih dekat ke
langit-langit keras.
1.3.4
Bagian
belakang lidah
Bagian belakang disebut
dorsum, adalah bagian yang memanjang kira-kira empat sentimeter dari apex
samapi belakang mulut. Bagian atas mulut yang terletak di atas dorsum bila
mulut tertutup adalah langit-langit lunak atau velum. Dorsum dapat membentuk
penghambatan pada suatu bagian dari langit-langit lunak, seperti pada
pengucapan [k] dalam kaku, atau [g]
dalam gagu.
II.
FONEMIK
2.1
Definisi
Wahab (1990, 13) menyatakan bahwa, fonemik adalah sub
cabang linguistik yang menyelidiki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dapat
membedakan arti. Pike (dalam Wahab, 1990) menyatakan bahwa, fonemik memberikan
teknik untuk memroses data fonetik yang masih kasar untuk memeroleh kesatuan
bunyi yang signifikan dan kemudian melambangkannya ke dalam suatu alfabet yang
mudah dibaca oleh penuturnya. Karena itu, menurut Pike, tujuan praktis fonemik
ialah memroyeksikan bahasa ke dalam sistem tulisan.
2.2
Premis-premis
Menurut Pike (dalam
Wahab, 1990) prosedur fonemik itu harus dilandasi oleh premis-premis yang
berkaitan dengan ciri universal yang mendasari bahasa-bahasa di dunia ini
walaupun konklusi yang diperoleh dari prosedur itu ternyata secara teknik dan
praktik kurang memadai.
Sebagai akibat dari keyakinan
bahwa prosedur fonemik itu harus dilandasi oleh premis-premis yang bertalian
dengan ciri universal bahasa yang ada di bumi ini, maka fonemik model Pike itu
mengusulkan empat premis pokok yang akan mewarnai teknik yang akan dipergunakan
dalam bidang fonologi model aliran ini.
1)
Premis Pertama
Premis pertama
mengatakan bahwa ada kecenderungan bunyi itu diubah oleh lingkungannya.
Asalnya, suara nasal pada bunyi akhir awalan meN(asal) dapat berubah-ubah,
bergantung pada bunyi awal kata yang diberi awalan itu. Misalnya, bunyi nasal
itu bisa menjadi bilabial, jika bunyi berikutnya juga bilabial. Jadi, meN(asal)
+ bagi=membagi. Ia akan menjadi alveolar, jika
bunyi berikutnya alveolar. Jadi, meN(asal)+dorong=mendorong.
2)
Premis Kedua
Premis kedua
mengatakan bahwa sistem bunyi itu mempunyai tendensi kesimetrikan fonetik.
Berdasarkan premis ini diutarakan bahwa apabila pada bahasa tertentu ditemukan
fonem /p/, /k/, /b/, dan /d/, dalam analisis fonologis, maka patut dicurigai
bahwa bahasa itu mungkin mempunyai fonem /g/. Begitu juga, jika dalam suatu
analisis fonologis suatu bahasa, analisis menemukan fonem-fonem /p/, /k/, /b/,
/d/, dan /g/, maka prinsip simetri akan meramalkan adanya fonem /t/ dalam
bahasa itu.
3)
Premis Ketiga
Premis ketiga
mengatakan bahwa bunyi itu cenderung untuk naik turun. Premis ini oleh Pike
dan pengikut-pengikutnya didasarkan pada sifat kemampuan organ tutur manusia
yang terbatas sehingga organ-organ tutur itu tidak dapat mengulangi ucapan yang
tepat sama, jika terhitung secara matematis akustis kebenaran premis ketiga ini
dapat diuji pada suatu alat pengukur bunyi yang dinamakan spectograph.
4)
Premis Keempat
Premis keempat
dan terakhir yang diusulkan oleh fonemik ialah: serangkaian khas bunyi-bunyi
dalam suatu bahasa memberikan tekanan struktural pada interpretasi serentetan
segmen yang dicurigai. Misalnya, serentetan bunyi u dan e dapat dianggap sebagai diftong ue atau
semivokal w. Contoh lain, serentetan bunyi i dan e dapat ditafsirkan sebagai ie
atau konsonan y.
2.3 Analisis Fonemik
Untuk memperoleh
analisis fonemik dari suatu bahasa, penerapan keempat premis pokok tersebut
dilengkapi dengan prosedur yang diusulkan, yaitu: merekam data, mengasumsikan
bahwa data yang direkam dan akan dianalisis itu sudah lengkap dan tepat,
membuat daftar pasangan
bunyi yang dicurigai, akhirnya membuat deskripsi semua bunyi yang ada.
Pasangan bunyi
yang dicurigai
/p/ dan /b/
/t/ /d/
/k/ /g/
/i/ /I/
/e/ /E/
/o/ /O/
/n/ /m/ dan /ɳ/
/a/ /O/
Dengan premis dan
prosedur yang dimiliki itu fonemik hanya mampu mendeskripsikan fonem yang ada
yang dimiliki oleh bahasa tertentu terhadap data yang tersedia. Itu pun terbatas pada representasi fonetik
yang dapat dianalogikan dengan struktur akhir dalam bidang sintaksis.
Pada
bidang fonemik, bunyi-bunyi yang telah dideskripsikan tersebut lalu dianalisis
berdasarkan konteks tertentu pada suku kata maupun pada kata sehingga dapat
membedakan arti secara jelas. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing bunyi
bahasa yang dituliskan ke dalam simbol/lambang tersebut harus dibandingkan
dengan simbol-simbol yang lain. Perbandingan ini pada suku kata atau pada kata.
Pendeskripsian bunyi-bunyi yang dapat membedakan arti disebut transkripsi
fonemis pada masing-masing simbol baik fonem, suku kata, maupun kata yang
dibatasi tanda /.../, misalnya fonem /r/ berbeda dengan /t/ setelah dipasangkan
pada pasangan minimal berupa kata /hari/ dan /hati/.
Kajian
fonemik ini merupakan kelanjutan dari kajian fonetik, sebab data-data yang
dibutuhkan berasal dari data yang masih mentah yang belum berfungsi. Data
mentah ini dikumpulkan berkat ada
kajian fonetik, sehingga semua bunyi bahasa bisa dibedakan dengan bunyi-bunyi
nonbahasa. Di dalam kajian fonemik perlu diperhatikan bahwa satu fonem
hendaknya dapat membedakan dengan fonem yang lain. Cara yang termudah untuk
mengetahui perbedaan fonem yang dimaksud adalah melalui pasangan minimal.
Pasangan ini sengaja disusun dengan tujuan memilah antara fonem yang satu
dengan fonem yang lain dalam satuan
lingual yang lebih kompleks, misalnya:
kapas
dengan kapan
panggang dengan panggung
tumpuk dengan tumpul
gelar dengan gelas
curi
dengan juri
Di
antara pasangan minimal tersebut dapat kita ketahui daya pembedanya. Setiap
fonem yang diperkirakan sama malah mampu mengubah arti pada struktur fonem
dalam kata lainnya. Ternyata fonem /s/ - /n/, /a/ - /u/, /k/ - /l/, /r/ - /s/,
/c/ - /j/ masing-masing mampu mengubah makna sebuah kata. Cara semacam ini
dalam fonemik tidak ragu dalam mengatakan satu bunyi satu arti.
2.4
Prosodi
Bunyi-bunyi bahasa dapat
dikatakan berdiri sendiri. Namun, bunyi-bunyi bahasa di dalam ujaran lebih dari
sekedar urutan kontoid dan vokoid saja. Variasi bunyi-bunyi itu masih dapat
dilihat dari panjangnya, keras atau nyaringnya, tinggi rendahnya, yang
merupakan bagian dari ujar dan pada bahasa-bahasa tertentu hal itu sama
pentingnya dengan bunyi-bunyi segmen itu sendiri. Variasi itu merupakan
ciri-ciri prosodi tentang (1) kuantitas atau panjangnya, (2) tekanan atau keras nyaringnya, dan (3) nada atau tinggi rendahnya. Tekanan dan
nada dapat digolongkan sebagai aksen.
1) Kuantitas
Panjang
pendek bunyi mudah diperkirakan karena bias diukur dengan waktu atau kesan yang
didasarkan pada waktu. Bunyi bahasa bisa terdengar relative sangat panjang,
panjang, atau biasa.
2) Aksen
Di dalam ucapan-ucapan
seseorang, tingkatan keras dan tinggi rendahnya suara tergantung pada tujuan
tertentu yang kita miliki. Dalam bahasa Indonesia, misalnya dalam pengucapan
kata tamu, tidak akan ada perbedaan
pengertian jika kita mengucapkannya dengan tekananatau nada yang berbeda pada
suka kata pertama ataupun kedua. Namun, pada bahasa-bahasa lain, tekanan dan
nada kadang mempengaruhi perngertian atau maknanya. Misalnya saja pada bahasa
Cina, kata ma dengan nada naik akan
berbeda pengertiannya dengan ma
dengan nada turun atau datar.
Untuk
membedakan nada, kita bisa menggunakan tanda [] untuk nada naik, [ ] untuk nada turun, [-] untuk nada datar,
[v] untuk nada turun-naik, dan [^] untuk nada naik turun.
III.
KESIMPULAN
Berdasarkan keseluruhan
ulasan di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang perbedaan fonetik dan fonemik,
sepeti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini.
Pembeda Fonetik dan Fonemik
FONETIK
|
FONEMIK
|
·
Bunyi-bunyi bahasa yang dikumpulkan
disebut fon
|
·
Bunyi-bunyi bahasa yang dikumpulkan
disebut fonem
|
·
Penulisannya dibatasi tanda [...]
|
·
Penulisannya dibatasi tanda /.../
|
·
Jenis fon yang dihasilkan diistilahkan
vokoid dan kontoid
|
·
Jenis fon yang dihasilkan
diistilahkan vokal dan konsonan
|
· Berfungsi
untuk mendapatkan deskripsi bunyi-bunyi bahasa yang nondistingtif
|
· Berfungsi
untuk mendapatkan deskripsi bunyi-bunyi bahasa yang distingtif (bararti)
|
Daftar Rujukan
Samsuri.
1990. Analisis Bahasa. Jakarta: PT Erlangga.
Wahab,
Abdul. 1990. Butir-butir Linguistik.
Surabaya: Airlangga University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar