Minggu, 12 Juni 2011

belajar nulis puisi


SYUKUR
Aku takut semua akan segera sirna
Aku takut tak akan lagi ada tawa&suram
Aku takut kelak akan datang juga

Tapi aku sadar kematian tak dapat ku hindarkan
Entahlah……
Aku tak sanggup memikirkan semua itu
Aku akan tetap tertegun dalam lautan tahmid ini
Untuk mengucap rasa syukur
Aku masih dapat menikmati alam ini dengan bekal ibadah sampai mati



LEBARAN

Banyak kata yang tak pernah aku ucap
Sehelai benang membersit leherku
Tak pernah aku mengerti mengapa semua terjalin
Seuntai rindu selalu ku tebarkan sejuta Tanya
Akan aku petik padi yang telah menguning itu
Dan ku srahkan kepada semua

Tanya dan jawab selalu menghampiri
Aku tak rela jika semua jadi kelabu
Akan ku gali sejuta mimpi itu demi datangnya sebuah anugrah
Anugrah yang selalu kudamba untuk mengerti disaat aku mulai goyah

Tlah ku dengar bisikan itu
Tlah ku jawab mahligai itu
Aku tahu hari ini penghuni alam nyata telah meraihnya
TAKUT
Perlahan suram mataku memandang
Tersungkur batin untuk tersapa
Aku tak kan lepas dari dia
Oohh… Tuhan, perasaan konyol apakah ini?
Kebencian menghujam seluruh ragaku
Terkait biduk menyilangi hati

Aku takut untuk berucap
Aku benci menahan hawa
Aku takkan pernah bisa
Meluapkan semua ini kepadanya.










                  rasa

saat ku tatap penuh tawa sosok nakula sadewa
ku terhanyut dalam buaian  samodra nestapa
canda yang tak mampu kutuangkan
derai airmata yang tak dapat kuhindarkan
sejuk jemari mengusap buih kekecewaan
termakan andil dalam kalbu yang tercemar
betapa indah bila semua harus kulalui
tanpa harus meninggalkan rasa ini
rasa yang langka dalam menghiasi mimpi-mimpi













                        Bimbang

Belukar melingkari hamparan tanah luas
Terkesima,  walau tanpa Tanya
Terbuai, walau dalam duka
Menangis, walau hanya diam
Berteriak, walau tak bersuara
Menengadah walau tanpa tujuan

Mengapa bumiku yang dulu indah
Kini berubah menjadi padang kesuraman
Dulu yang hijau, kini tinggal hitam dan putih
Hitam dalam awan
Putih dalam tangisan.










                        Bosan
Barisan kata kulirik dengan senyum
Hatiku tak tertawar sedikitpun untuk menyapanya
Hanya angan yang tak pasti terukir di kepala
Bukan barisan itu, tapi sekelompok manusia diseberang sana
Mereka bercanda dan bersuka ria
Membuat hatiku ingin berlari bersama mereka
Aku bosan berda di sini
Aku tak mau hanya duduk dan diam
Aku ingin tertawa dan melepas asa
Aku bangkit tapi aku tak kusa untuk melangkah pergi ke sana
Tanpa harap aku tetap duduk dan kembali menikmati barisan ini.


                        Enam
Enam langkah berkalung sepi
Enam detik tersungkur nadi
Enam menit menghujat mimpi
Enam jam hati mulai bersemi
Enam hari bunga-bunga itu muncul lagi

Enam, aku takut,
Enam, aku rindu
Enam, aku malu
Enam, aku bingung
Enam, aku benci


Tak kusangka awan membiru saat purnama
Bunga akan mulai terhujani
Tersigap aku untuk meraihnya
Lembutmu membuatku takut
Takut kehilangan bunga itu

Enam, akan kulalui
Enam, telah kulalui
Enam, akan ku jaga dalam hati
Karena enam adalah awal dari keindahan
Karena enam adalah awal dari tangisan

Hatiku terkikis dalam ENAM


                        Hilang
Tanpa ku sangka smua telah terlalui
Kau hadir hanya sesaat dalam pelukan peluh ku
Aku terkulai saat kau ucapkan
Aku takut kehilangan dia
Aku tersungkur dalam kemuraman
Aku bergejolak saat itu

Aku hanya ingin menghujatmu
Aku hanya ingin mencacimu
Tapi, aku tau aku tak mampu dengan semua itu

Aku berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata ini
Aku tak sanggup membendungnya lama
Ku tak berarti jika semua itu telah hilang
Dia hilang
Lenyap dari anganku
Tak mungkin dapat kurengkuh kembali
Trimakasih cintaku.

Aku Ingin
Aku ingin menjadi seorang dokter
Berseragan putih penuh wibawa
Aku ingin menjadi seorang dokter
Berjalan tegap di lorong-lorong rumahsakit
Aku ingin menjadi seorang dokter
Jarum suntik dan obat yang selalu menemaniku
Aku ingin menjadi seorang dokter
Karena itu impianku semenjak aku masih dalam kandungan ibuku

Hijau
Hijau seperti seribu pohon di hutanku
Hijau, rerumputan di padang ilalang yang indah
Hijau, serangkaian daun menghiasi tamanku
Hijau seragam kakak setiap rabu dan kamis

Taman
Saat kuhirup wangi tamanku, semerbak memukauku
Sungguh damai mata memandangnya
Terdengar kicauan burung dan kepak sayap kupu-kupu menambah indahnya tamanku
Kuraba setangkai demi setangkai bunga yang bermekaran
Tak lengkap tanpa manisnya madu kuncup bunga di tamanku
Membuai setiap langkah yang menapaki
Oooh.. sungguh menakjubkan
Indah sekali tamanku

Jika Aku Jadi Putri Duyung
Jika aku jadi putti duyung
Aku akan berteman dengan bintang laut yang lucu
Aku akan bermain bersama para ikan penghuni laut
Aku akan bersembunyi di balik karang yang menghiasi laut
Akan aku kumpulkan sampah yang mengotori rumahku
Kujaga lautku agar tetap biru
Agar penghuni laut tak berhenti bergoyang
Sungguh bahagianya aku jika menjadi putri duyung


Rembulan
Dulu kukira rembulan itu cantik
Secantik bidadari dari langit
Dulu kukira rembulan itu halus
Sehalus pipi bundaku
Tetapi setelah aku tahu
Ternyata, rembulan selayaknya bola api yang berduri
Banyak cekungan dan tonjolan
Yang tak secantik bidadari
Dan selembut pipi bunda

Tamanku
Tamanku beratapkan emas
Tamanku ada pancuran susu segar di tengahnya
Tamanku dihiasi gemerlap bintang-bintang
Setiap hari kuterbang dan memetik bintang untuk menghiasi tamanku
Tamanku beralaskan pelangi
Hijau tamanku karena pancaran cahaya dari istana langit
Tamanku setiap pagi berembun madu


Gelap
Gelap adalah hitam
Gelap adalah lirih tanpa kata
Gelap adalah kebutaan
Gelap adalah ketika mataku berhenti menatap
Gelap adalah ketakutan yang merasuk jiwaku
Gelap adalah teriakan hatiku yang tak terucap
Gelap adalah nyanyian suasana yang ingin kubuang jauh
Aku benci gelap


1.    Puisi Haiku
Udara sejuk
Bunga-bunga bersemi
Musim yang indah
2.    Puisi Tanka
Guntur menyambar
Air sudah menggenang
Langit yang gelap
Dingin menusuk tulang
Hujan kembali datang
3.    Puisi Sinkuin
Kemarau
Tandus, panas
Meranggas, mengering, membakar
Menangis, saat bumi menjadi
Kekeringan
4.    Puisi Diamante
LAUT
Luas,dalam
Memgombak, menjaring, membiru
Bakau, perahu, rumput, batu
Mengalir, memancing, menguning
Panjang, dangkal
SUNGAI
5.    Pantun
Buah semangka buah jambu
Buah jambu manis rasanya
Jangan bingung dan jangan ragu
Kalau aku adalah juaranya
6.    Limerik
Kucing putihku bernama ikal
Dia lucu dan banyak akal
Dia tak suka
Jika digoda
“Ku kejar kau anak nakal!”

7.    Kleriyo
Ibu Kartini
Pahlawan wanita yang berani
Memperjuangkan kaum wanita tanpa henti
Tak pernah menyerah sampai mati

Laskar Baliho
Terpampang di setiap sudut jalan
Wajah-wajah  calon petinggi kota
Sekejap kota ini menjadi ramai
Peperangan telah dimulai
Laskar baliho muncul kembali
Banyak kata-kata indah terukir
Baliho ingin menarik kita
Baliho ingin membuat kita percaya


Arai
Kekaguman selalu terarah padanya
Sosok remaja pantang menyerah
Semangatnya tak pernah pupus
Walau hidup berkalung derita tak pernah mengeluh
Untuk mengejar sebuah mimpi dia tetap berdiri kukuh
Tak sedikitpun gentar akan bayang-bayang kegagalan
Keyakinan teguh yang membuat dia meraih mimpi-mimpinya


prambanan
Di balik kemegahanmu,
tersimpan sebuah kesedihan yang sangat mendalam
Nyanyian dari gadis cantik tak terdengar lagi
Nyanyian itu telah berubah menjadi kesedihan
tergambar relief kepedihan di dinding candimu
Walaupun dari ktukan tetapi prambanan tetap terlihat cantik
Menggambarkan kecantikan sang putri


Coban Pelangi
Tersulut kobaran semangat ketika berangkat
Inginku lewati semua halangan dan rintangan
Saat kutapaki sejengkal demi sejengkal jalan berliku dan menanjak ini
Tak kurasakan keletihan
Matahari hampir berada di ubun-ubun
Takkan memupuskan harapanku tuk tetap melangkah menuju puncak
Indahnya panorama di sepanjang perjalanan
Membuatku takjub
Terpaku aku melihat air yang jatuh dari atas
Betapa indah dan mempesona air terjun ini
Pelangi muncul karena biasan cahaya sang surya
Butir-butir air menerpa wajahku membangkitkan kesegaran
Dinginnya air menarikku untuk bermain bersamanya
Tak ingin kumeninggalkan dari tempat ini
Tempat yang membuatku kembali menikmati alam

Hujan
Kilat tak ubahnya sengatan listrik yang sedang memunculkan taringnya
Petir seperti bom yang ingin membumi hanguskan dunia
Derasnya hujan bagaikan air yang tumpah dari langit
Hitamnya mendung membuat semakin kelam suasana
Tak pernah terbayangkan dibenakku hal ini kan terjadi lagi esok

Hutanku Hilang
Bentangan terasiring di setiap lorong jalan
Tak lepas dari pandangan sebuah keindahan
Keindahan alam yang nyata
Tak terasa di balik keindahan tersimpan kerusakan yang mendalam
Longsoran tanah semakin menjadi
Pepohonan penopang longsor
tak dapat ditemui lagi
Lenyap hanya tinggal rumput yang mulai mengering
Hutan kini tak berarti
Tak lagi dapat dinikmati
Hanya seberkas kerusakan yang tertinggal di sini

Longsor
Bentangan longsor telah kita temui
Bencana alam tak dapat terhindar lagi
Air yang turun semakin deras
Membuat tanah kehilangan kendali untuk tetap tertahan
Tanah yang dahulu diam ditempat
Kini mulai berjalan ke bawah
Longsor yang merajalela menghantui pertiwi kita

Gadis Kecil
Kutatap beribu kaleng kecil berserakan di pinggir  rel kereta
Bangunan yang berhimpitan
Tercium bau tak sedap diantaranya
Kuhampiri gadis kecil berparas ayu
Kutatap dalam kedua matanya
Terpancar kesedihan yang sangat mendalam
Ingin kupeluk dan kudekap erat tubuhnya yang mungil
Inginku membantu membuang segala perih di dalam dadanya
Gadis sekecil itu harus menahan pahitnya hidup
Tanpa berkata-kata aku pergi meninggalkan gadis itu
Saat ku tengok kembali ke wajahnya
Tersirat sebuah harapan besar untuk perubahan hidupnya.

Kisah Penjual Kue
Tak lelah ia berjalan sepanjang hari
Kala sang fajar mulai menampakkan keindahannya,
Ia telah bersiap menjajakan kue-kuenya
Telah berbaris rapi dari sudut atas ke sudut bawah
Warna-warni kue basah menghiasi papan bambu yang terbujur kaku
Ramainya pasar membuatnya semakin bersemangat
Ketika terik panas mentari menyengat kulit
Ketika para pengunjung pasar telah tiada
Wanita yang tak lagi muda itu beranjak untuk kembali menjajakan kue basahnya
Hanya demi sesuap nasi

Di Balik Keindahan
Sejuk kota malang di pagi hari
Mentari tersipu-sipu menyapaku
Tanah masih basah oleh sisa hujan tadi malam
Embun menetes membasahi jemariku
Kuberjalan menyusuri dinginnya kota malang pagi ini
Sampailah ku disuatu tempat yang menguak sisi lain indahnya kota malang
Hamparan pemandangan yang tak lagi bisa dinikmati
Keterbelakangan menghiasai tempat ini
Tak ada sedikitpun aroma keindahan
Yang tersisa hanya keterpurukan para penghuni kawasan ini
Ketertindasan
Kelayakan hidup takkan pernah ditemui lagi
Hanya sisa luka hati karena keterpurukan yang menemani
Hidup yang tertindas diantara kerasnya kehidupan
Tertindas materi juga hati
Hidup yang selalu berkalung derita
Bergelang airmata
Dan bercincin sengsara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar